Sabtu, 09 Januari 2010

Behind the miror

Note : ini adalah cerita fiksi di dunia nyata Dan merupakan

kisah nyata di dunia fiksi. Karya ini merupakan

sepenuhnya imajinasi penulis. Dilarang keras

mempublishkan cerita ini tanpa Persetujuan dari

penulis.



azul creator





Namaku Radith, saat ini usia ku 22 tahun. Aku tinggal di sebuah kompleks perumahan elit di seputaran setia budi, medan. Dan saat ini aku terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negri di kota yang sama.

Sore itu hujan turun deras sekali, karena hampir gelap, ku putuskan untuk tetap meluncur di tengah derasnya guyuran hujan dengan motor sport kesayangan ku. Saat masuk ke dalam rumah, aku kaget melihat sebuah cermin besar yang di pajang di kamarku.


“ma, ini cermin siapa?” Tanya ku dari sebrang ruang kamar.

“itu cermun dari gudang belakang, mama pikir kamu suka makanya mama

gantung di situ.” Sahut mamaku.


Cermin gini gede untuk apa… tapi Biarlah, pikirku, nga ada salahnya juga ada cermin di kamar. Aku berlalu dari cermin itu dan menuju kamar mandi, karena badan ku sudah basah kuyup kehujanan tadi. Saat mandi pikiranku terus saja tertuju pada cermin tua itu. Entah kenapa seperti ada sesuatu pada cermin itu. Aku buru-buru menepis pikiran-pikiran ngaco itu dan bergegas menyelesaikan mandi.

Usai mandi, ku keringkan tubuhku dengan handuk dan hendak menyisir rambut. Aku berdiri tepat di depan cermin besar itu. Seluruh tubuhku dapat terlihat dari bayangan yang dipantulkannya. Setelah lama ku perhatikan, tek ada yang istimewa dari benda tua itu. Akhirnya kembali aku berlalu dari cermin itu dan menuju meja belajarku dan membuka laptop untuk mulai mengerjakan tugas kuliah ku.

3 jam lamanya duduk di depan laptop mataku jadi perih. Mama teriak-teriak dari luar manggil supaya aku turun ke bawah. Dan ku lihat jam sudah hampir pukul 9 malam.


“adith, makan dulu”

“ia ma, bentar”


sejenak ku rapikan meja dan secepat mungkin turun ke dapur. Di rumah kami memang tidak ada pembantu, jadi semua pekerjaan rumah mama yang ngerjain. Biar tiap hari ada kegiatan kata mama.


“ma, kenapa di gudang belakang ada benda kek gitu sih?” Tanya ku

Penasaran sambil melahap makan malam.

“kata papa, itu cerin dulu dia beli dari Thailand waktu berkunjung ke

tempat rekan kerjanya seminggu yang lalu”

“jadi kenapa di taruh di gudang ma?”

“entah tu papamu, mama juga nga ngerti. Papa nga pernah bilang apa-apa

tentang cermin itu” jelas mama.

“kapan papa pulang ma?”

“katanya sih besok siang, masih ada kerjaan di palembang katanya”

“ooo, yaudah” jawabku kecawa

“memangnya kenapa dith?”

“enga ma, maksud adit mau Tanya papa tentang cermin itu”

“oh, kan bias besok”

“ia deh ma”


Setelah makan malam selesai, aku kembali ke kamar mau melanjutkan pekerjaan ku. Sontak aku kaget melihat lembaran kertas yang baru saja ku print tadi berserakan di lantai. Ku lihat kea rah jendela, semua sudah di kunci, kipas angina juga nga aku nyalain karna tadi aku nyalain ac. Kucing pun ngak mungkin bisa masuk ke kamarku.

Dengan wajah kesal ku, ku punguti juga satu persatu kertas-kertas yang berserakan itu.dan merapihkannya kembali ke atas meja, sekalian aku pasang paper clip biar nga berserakan lagi.

Jam 10.15, aku masih mengetik tugas ku sambil sesekali browsing ke facebook. Ada beberapa pesan masuk ke inbox ku yang aku ngak kenal sama pengirimnya.dari profilnya aku ketahui kalau dia cewek berusia 20 tahun. Wajahnya manis walau tidak cantik. Pokoknya melihat wajahnya itu nga pernah bosan. Dia kirim pesan kepadaku yang isinya tentang curahan hatinya. Dia bilang kalau dia kesepian dan ingin ada seseorang yang menemaninya.

Pesan itu kira-kira dikirim 3 menit yang lalu. Ku balas pesannya sembari ingin tahu juga dia siapa.


“kamu siapa ya? Apa kita pernah kenal” begitu balasan pesan ku

kepadanya.


Tak lama kemudian ada lagi pesan masuk di inbox ku. Dan ternyata dari

orang yang sama.


“aku rianty. Nama kamu siapa?”

“aku radith”


Kami terus-menerus berbalasan e-mail sampai kaki ku terusik oleh angin yang berhembus cukup kencang. Aku mencari sumbernya darimana tapi tetap nga mungkin ada angina yang bias bertiup ke kamar ku.

Ngak lama rianty mengirimkan email lagi. Dan isinya membuat ku kaget setengah mati. Dia bilang kalau dia tinggal di dekat complex tempat aku tinggal dan dia minta untuk bertemu.


“saat ini aku sedang sibuk, bagaimana kalau besok sore saja”


Setelah aku membalas pesan itu, angin yang seperti tadi kini bertiup lagi. Tapi kali ini aku langsung beranjak dari tempat aku duduk dan mencoba mengikuti arah angin itu berhebus dan pencarianku mentok di cermin besar yang tadi sore di pajang mama. Aku melihat dari cermin itu, salah satu dari jendela kamar ku terbuka. Jadi aku berjalan ke belakang untuk menutup kembali jendela itu. Tapi yang ku temukan, ternyata jendela kamarku semuanya tanpa terkecuali sudah terkunci rapat. Tapi kenapa di cermin?

Saat ku lihat kembali semuanya sama, baik di bayangan cermin maupun yang aslinya semua sudah tertutup. Aku menampar kedua pipi ku, dan meyakinkan diriku kalau aku mulai berhalusinasi.

Kembali lagi aku duduk dan mengecek pesan masuk. Ternyata rianty mengirim pesan lagi kepadaku.


“radith, coba lihat ke cermin”


Cermin? Gumam ku dalam hati.

Ku tolehkan kepalaku kea rah cermin. Astaga Tuhan. Ada perasaan takjub dan terkejut saat yang ku lihat bukan bayangan q yang sedang duduk di kursi, tetapi bayangan seorang gadis. Tapi sama sekali tidak ada perasaan takut sama sekali.

Gadis itu duduk tertunduk sambil membelakangiku, ku coba mendekat ke cermin untuk mengetahui siapa dan apa yang sedang dilakukan gadis di dalam cermin itu. Semakin dekan ke cermin, ku tempelkan tanganku, tapi kurasakan cermin itu tak lagi memiliki kaca, malah sekarang terlihat bagai pintu.


“hey, kamu…”


Gadis itu tak mengubris teguranku. Dia berjalan menjauh menuju tangga. Dan turun ke lantai bawah.


“hey, tunggu… kamu mau kemana?”


Sekilas dia menolehkan wajahnya kepadaku.


“rianty? Ka… kamu rianty kan?”


Aku ingat betul wajahnya yang manis itu. Ternyata selama ini aku salah menduga, ku kira dia tinggal di dekat kompleks rumah ku, ternyata dia tinggal di rumah ku. Aku baru sadar mengapa papa meletakkan cermin ini di gudang.

Aku terus mengikui rianty di tengah pekatnya malam ini.


“maukah kau?”

“mau apa?” Tanya ku kepadanya.

“coba lihat tempat ini, lihat sekelilingmu”


Memang ini terlihat seperti kompleks rumahku, tapi ada yang berbeda, posisi semua benda terbalik, persis seperti bayangan di cermin.


“bukan itu” bentak rianty agak keras.

“jadi apanya”

“apa kamu melihat orang lain selain kita disini?”


Kopleks jam segini biasanya masih ramai. Mungkinkah?


“jadi kamu tinggal sendiri di sini?” sambungku.


Dia tidak menjawab dan malah kembali berlari kearah taman. Dia duduk seperti tadi, menundukkan kepalanya sambil memengang sehelai daun di tangannya.


“tok…tok…tok… radith… radith…”

“itu suara mama ku. Aku mau pulang”

“kamu nga akan bisa pulang. Kamu harus temani aku disini.” Ujar gadis

bernama rianty itu.

“kamu ngak dengar! Mama aku dari tadi terus manggil, aku ngak bisa

tinggal di sini, aku punya kehidupan di luar sana.”


Kulihat ada airmata di pipinya. Mungkinkah dian nangis? Aku jadi merasa kasihan. Tempat ini berbeda jauh dengan duniaku, tempat yang dingin dan sunyi. Yang hanya dihuni oleh seorang gadis berumur 20 tahun.


“tempat ini bisa seperti dunia mu, dunia yang penuh kehangatan. Saying sekali tempat yang begitu luas ini hanya di huni oleh aku seorang diri. Kita bisa jadi seperti adam dan hawa.” ujarnya seperti tahu apa yang sedang aku pikirkan.

“tapi aku harus pulang rianty.”


Tiba-tiba tangannya menunjuk kearah pojok jalan.


“di sana, diujung jalan itu kamu bisa temukan jalan pulang. Jangan menoleh ke belakang, maka kamu akan kembali ke dunia mu.”

“bagaimana dengan kamu?”


Dia diam saja. Aku tidak berani barkata apapun lagi dan mengikuti kata-katanya. Tepat sampai di ujung jalan, aku tersndung dan jatuh. Saat kulihat sekeliling, hujan begitu deras. Aku tersentak kaget ketika tersadar bahwa aku masih di tempat parkir kampus. Oh tuhan, ternyata tadi Cuma mimpi.

End

0 komentar:

Posting Komentar